1. Tari Bedoyo Wulandaru Blambangan


Tari Bedoyo Wulandaru Blambangan via http://indonesiakaya.com
Secara etimologi, “wulandaru” merupakan gabungan dari “wulan” dan “ndaru”. “Wulan” berarti bulan, yang secara luas dapat dimaknai menerangi kegelapan. “Ndaru” berarti bintang jatuh, atau secara filosofis dimaknai sebagai tanda keberuntungan. Sementara, “bedoyo” merujuk pada para penari yang membawakannya. “Bedoyo” merupakan ungkapan yang ditujukan kepada para wanita yang membawakan sebuah tari.

Melalui tari ini, masyarakat Blambangan ingin mengungkapkan kebahagiaan mereka, yang bagai mendapat sinar bulan yang terang dan keberuntungan yang luar biasa. Gerak tari dan musik yang mengiringi tari bedoyo wulandaru merupakan pengembangan serta pengayaan yang terdapat pada musik sablang dan gandrung Banyuwangi.

Pada akhir pertunjukan, para penari akan melemparkan beras kuning dan logam benggol (mata uang pada zaman penjajahan dan sekarang digantikan dengan mata uang logam). Beras kuning yang ditaburkan untuk mengusir segala bala dan gangguan. Sementara, logam benggol untuk mengikat hati rakyat agar tetap mendukung dan patuh pada pemerintah yang sedang berkuasa.

2. Sendratari Giri Gora Dahuru Daha


Sendratari Giri Gora Dahuru Daha via http://indonesiakaya.com
Garapan sendratari Giri Gora Dahuru Daha mengambil setting Kerajaan Kahuripan yang dipimpin oleh seorang raja bernama Airlangga. Di kawasan Kahuripan terdapat sebuah desa yang bernama Daha, di desa inilah Janda Calon Arang menetap bersama anak tunggalnya yang bernama Ratna Manggali.
Konflik dimulai ketika Ratna Manggali mendapat cibiran dari para pemuda kampung sebagai perempuan tidak laku. Meski cantik, Ratna Manggali tidak jua diperisteri orang lantaran para pemuda takut dengan Calon Arang yang tukang teluh. Mendengar hal tersebut, Calon Arang kemudian melakukan pembalasan dengan menebar penyakit aneh ke semua orang yang ada di Desa Daha.

Melihat rakyatnya menderita karena perbuatan Calon Arang, Airlangga bersama Mpu Baradah muridnya Mpu Bahula melakukan perlawanan. Calon Arang yang dibantu oleh Dewi Durga pun akhirnya hangus terbakar oleh kekuatan yang dimiliki oleh Mpu Baradah.

3. Reog Rampak Galuh Jati Probolinggo


Reog Rampak Galuh Jati Probolinggo via http://www.twitter.com
Salah satu jenis kesenian reog yaitu reog rampak galuh jati. Dalam pertunjukannya, reog ini memainkan lakon yang mengisahkan prajurit Panji Asmara Bangun berangkat menuju hutan untuk melaksanakan bedhag pikat.

Namun di tengah perjalanan para prajurit ini dihadang oleh Wadya Gandharwa yang ingin memakan para prajurit ini. Setelah itu, terjadilah peperangan antara Wadya Gandharwa dengan prajurit. Peperangan sengit ini pun pada akhirnya dimenangkan para prajurit Asmara Bangun Menang.

Kesenian Rampak Galuh Jati ini biasanya dipentaskan pada acara-acara kirab budaya yang diselenggarakan Pemerintah Daerah.

4. Tari Ambarang Tulungagung


Tari Ambarang Tulungagung via http://indonesiakaya.com
Tari Ambarang merupakan garapan kreasi yang menceritakan tentang pengamen jaranan di Tulungagung. Seni tradisi jaranan sendiri terbagi menjadi beberapa jenis, antara lain,  jaranan serentewe, jaranan campursari, jaranan pegon, dan jaranan Jawa. Dalam tari Ambarang, seni jaranan yang diambil sebagai landasannya adalah jaranan serentewe. Jaranan jenis ini mempunyai ciri khas pada gerakannya yang lebih agresif.

5. Singo Ulung Bondowoso


Singo Ulung Bondowoso via http://gemabuana.wordpress.com
Tari tradisional ini diciptakan oleh seorang pemuda brewok dengan pakaian kusam bernama Kiai Singo Wulu yang dihormati karena kesaktiannya sekitar 400 tahun yang lalu. Kiai Singo adalah nama orang yang datang dari Ponorogo yang merupakan masih keturuan dari kerabat bupati Ponorogo Batoro Katong.
Dalam perjalanannya untuk dakwah islami, Kiai Singo Wulu berhenti di sebuah hutan yang masih lebat dan berteduh di sebuah pohon Belimbing untuk istirahat. Kedatangan Kiai Singo Wulu membuat murka Jasiman yang merupakan penguasa hutan tersebut karena telah lancang memasuki wilayahnya, hingga akhirnya terjadilah perkelahian yang sengit antara kiai singo wulu dan Jasiman yang keduanya menggunakan kayu rotan yang ada di hutan tersebut.
Jasiman sebagai penguasa hutan tidak mau mengalah, hingga pada saatnya Kiai Singo merubah wujudnya menjadi "Sardula Seta" atau harimau Putih. Jasiman tidak mampu melawan Kiai Singo yang kian memojokannya dan tidak dapat berkutik, pada akhirnya Jasiman mengalah dan meminta pertarungan di hentikan.

6. Wayang Kayu Asli Nganjuk


Wayang Kayu Asli Nganjuk via http://museumnganjukk.wordpress.com
Wayang timplong umumnya membawakan cerita yang berasal dari daerah kesenian ini pertama kali muncul. Biasanya ceritanya berhubungan dengan Kerajaan Mataram Kuno. Berdasarkan perkembangannya, kini cerita yang dibawakan dalam wayang timplong disesuaikan dengan keadaan budaya yang saat ini sedang berlangsung. Penonton pun tidak akan bosan dengan cerita yang dipentaskan dalam pertunjukan wayang timplong.

7. Tari Remo Asal Jombang


Tari Remo Asal Jombang via http://www.foto.tempo.com
Tari Remo adalah salah satu tarian untuk penyambutan tamu agung, yang ditampilkan baik oleh satu atau banyak penari. Tarian ini sebenarnya menceritakan tentang perjuangan seorang pangeran dalam medan laga. Akan tetapi dalam perkembangannya tarian ini menjadi lebih sering ditarikan oleh perempuan, sehingga memunculkan gaya tarian yang lain: Remo Putri atau Tari Remo gaya perempuan.
Menurut sejarahnya, tari remo merupakan tari yang khusus dibawakan oleh penari laki – laki. Ini berkaitan dengan lakon yang dibawakan dalam tarian ini. Pertunjukan tari remo umumnya menampilkan kisah pangeran yang berjuang dalam sebuah medan pertempuran. Sehingga sisi kemaskulinan penari sangat dibutuhkan dalam menampilkan tarian ini.
Berdasarkan perkembangan sejarah tari remo, dulunya tari remo merupakan seni tari yang digunakan sebagai pembuka dalam pertunjukan ludruk. Namun seiring berjalannya waktu, fungsi dari tari remo pun mulai beralih dari pembuka pertunjukan ludruk, menjadi tarian penyambutan tamu, khususnya tamu – tamu kenegaraan.
source: